Donasi : Bank BCA -- No. Rek, 8305-11-8393 --- A/N : ARINI

Selamat Jalan Pak Abeng

image from morguefile.com
Kisah ini terjadi sekitar dua tahun yang lalu, waktu itu saya dan suami baru saja memulai usaha warung makan kami.  Usaha kecil kecilan yang kami mulai dari satu meja kecil, Cuma menyediakan nasi, mie, bihun, kwetiaw goreng. 

Usaha yang sangat sederhana kami rintis dengan penuh semangat. Hari pertama yang datang membeli adalah para tetangga sekitar rumah kami, trims para tetangga yang super baik hati. Semua datang untuk memberi semangat dan  pendapatnya masing masing.

Beberapa hari kemudian ada seorang pelangan yang sudah paruh baya, penampilan serba hitam dan sangat sangat necis, sepatu, rambut kilat semua, untunglah waktu itu matahari sedang tidak terik teriknya, jika sampai terjadi, bayangkanlah saya harus pakai kacamata hitam, karena sangat menyilaukan, wkkk.

Kesan pertama, hm…penampilan necis, tapi makanannya super sederhana, karena warung kami baru di buka, belum banyak pelanggan yang datang, maka ketika pada waktunya Beliau datang untuk sarapan di warung kami, kami sedang kehabisan uang kecil. Melihat kami yang sibuk mencari kembalian, beliau berkata kepada kami  bahwa tidak perlu mengembalikan uang itu, lagian Cuma seribu, namun karena uang seribu ini, aku jadi mengingatnya di dalam hati, karena bagaimana juga tidak baik mengambil lebih uang orang lain, walaupun Cuma seribu  rupiah.


Beberapa hari kemudian beliau datang lagi, awalnya saya kira beliau adalah seorang dokter, tapi ternyata bukan. Karena setelah kejadian itu beliau hampir setiap hari datang, walau cuma minum secangkir kopi. Wkkk


Beberapa bulan beliau segera menjadi akrab dengan keluarga kami, “Bapak”, panggilan kami padanya, nama aslinya adalah Pak Abeng, beliau sangat menyayangi anak anak kami. Sekali kali membelikan jajanan dan sering sekali berfoto dengan anak anak kami.

Sekian lama menjadi semakin akrab, dari hasil pembicaraan beliau dengan suami saya, ternyata beliau adalah seorang ahli totok alkupuntur. Beliau  tinggal di dekat rumah kami dan  kos disana selama beberapa bulan untuk mengobati pasiennya di medan. Yayasan utamanya berpusat di Jakarta, nama dan alamatnya saya sudah lupa, wkkk. Dasar pelupa!!!


Semakin lama semakin akrab, ternyata hidup “Bapak” ternyata sangat kesepian, sudah lama di tinggal istri dan anak melalang buana kemana mana sendiri. Dari ceritanya sudah pasti beliau sangat menyayangi anak istrinya, sayang sekali saya tidak jelas nama istri dan anaknya.  Jika tidak, mungkin cerita ini bisa mengetuk hati nurani istri dan anaknya, bahwa suami dan ayahnya ternyata tidak seburuk yang mereka duga. Semoga siapapun yang membaca cerita ini, yang mengenal beliau bisa memberitahukan keluarganya bahwa ternyata suami atau ayah mereka adalah orang yang berhati mulia.

Beliau selama menjadi langganan warung kami, sering bercerita bahwa penyebab Beliau berpisah adalah hanya karena sang istri tidak tahan hidup bersama mertua, sungguh cerita yang klise ya.  Tapi yah… Gimana juga masalah keluarga hanya mereka yang tau lah.

Karena Bapak merasa sudah sangat akrab dengan keluarga kami, dia pun mengajukan niatnya untuk mengambil anak saya menjadi anak angkat, sampai sampai beliau hendak mengundang kami untuk tinggal di Jakarta bersamanya. Memberikan kami tempat tinggal di apartemennya yang jarang di tempati. Memberikan kami pekerjaan di pabrik, dan menyekolahkan kedua anak kami sampai kuliah. Saya sampai kaget mendengarnya, masa ada manusia sampai sebaik itu. Seandainya saja kami orang jahat, pastilah sudah kami manfaatkan momentum ini dengan sebaik baiknya, namun kami bukanlah orang yang seperti itu. Apalagi suami saya adalah anak lelaki tertua di keluarganya, dimana dia punya tanggung jawab atas kedua orang tuanya. Biarpun kedua orang tuanya kurang menghargai dirinya yang sebenarnya sangat menyayangi kedua orang tuanya. Akhirnya saya sendiri yang menjadi segan dengan Beliau karena merasa tidak enak menolak niat baiknya.

Setelah setahun kami berjuang mempertahankan warung kami, satu persatu harta benda mulai di jual untuk melangsungkan hidup kami, usaha makan  tidak semanis yang kelihatannya.  Masih segar di ingatanku, waktu itu anak sekolah dekat rumah kami libur sekolah selama sebulan. Selama sebulan kami berkurang pemasukan drastis sampai  anak anak terancam putus sekolah.

Akhirnya suami sudah tidak tahan lagi, ketika ada teman mengajaknya bekerja, dia langsung mengiyakan. Akhirnya warkop kami resmi di tutup. Tidak lama setelah itu saya mulai mengandung anak ke tiga. Sungguh kejutan yang manis.


Setelah warung kami tutup, kami pun  sudah jarang bertemu dengan Beliau. Sesekali kami bertemu di jalan Cuma sekedar saling menyapa. Bagaimana juga saya melihat dia sebagai bapak saya yang sudah meninggal. Hati saya selalu merasa teriris ketika melihat beliau, karena dulu ayah saya juga sendirian di masa tuanya.

Berbulan bulan setelah itu, saya dapat khabar beliau mengalami kecelakaan di jalan raya, koma setelah beberapa hari tidak bangun bangun lagi, sama seperti ibu saya yang sakit dan koma kemudian tidak bangun lagi. Sungguh teriris hati saya, sangat menyakitkan hati, mengapa bisa terjadi pada orang sebaik beliau.

Masih teringat nasehat beliau yang mengajari saya cara bersembahyang, bermeditasi, dan membaca paritta. Mengajari saya hal yang sama sekali tidak saya percayai selama ini.
Masih teringat beliau sering bercerita kalau ini adalah petualang terakhir dirinya sebagai ahli alkupuntur, karena setelah ini beliau hendak pensiun ke Shaolin, RRC sana. Pergi ke Shaolin menghabiskan masa tuanya tanpa memikirkan semua harta bendanya. Sungguh saya sangat sedih mendengarnya.


Sampai sekarang saya selalu berpikir…
Seandainya … seandainya saja, dia tidak kembali ke Jakarta.
Seandainya.. seandainya saja, saya bisa jujur kepadanya bahwa saya sudah menganggapnya sebagai ayah kandung saya sendiri. Mungkin dia akan berpikir ulang untuk menetap di Medan.
Semua orang pasti pernah merasakan hal seperti ini bukan?

Jadi guys, jangan pernah sekalipun sampai mengalami hal seperti ini. Rasanya sangatlah menyakitkan. Pertemuan beberapa bulan sangat membuka mata saya untuk menjadikan setiap hari adalah hari terakhir saya untuk hidup,  jadi, dengan berpikir demikian, saya akan memperlakukan orang orang di sekitar saya dengan lebih baik.

Jika saya mengalami masalah dengan orang lain, saya akan lebih berpikir ulang untuk marah dan bertengkar dengannya, karena bisa jadi besok saya sudah tidak bisa bertemu dengannya. So let it go.


Saya akan lebih memperhatikan orang orang di sekitar saya dan memperlakukan mereka dengan lebih baik. Cuma  terkadang manusia yang sudah dibaiki malah balas menggigit kita dari belakang. Tetapi jika terjadi hal demikian, maafkanlah karena orang yang seperti itu tidak mengerti akan arti kehidupan yang sebenarnya.

Saya akan lebih memperhatikan suami dan anak anak saya, sebisa mungkin menjaga keharmonisan dalam rumah tangga dan tetap menjaga rasa cinta di hati kami sehingga kebun cinta di hati kami bisa  berkembang semakin indah.

Semoga tekat saya ini akan menjadi inspirasi bagi teman teman, baik yang pernah mengalami ataupun belum mengalami hal seperti ini.

“Kita hidup berbahagia
Karena tanpa membenci di tengah tengah orang yang penuh kebencian.
Diantara orang orang yang saling membenci kita hidup tanpa membenci
(Dhammapada 197)

Mereka yang tidak mengeluh tentang masa lalu,
mereka tidak merindukan apa yang tidak akan datang.
Dengan sekarang inilah, mereka menjaga diri mereka sendiri dengan pikiran baik,
yang terlatih dan penuh perhatian murni.
Karena itu mereka tenang penampilannya dan penuh rasa bahagia menjalankan aktivitasnya.

Semoga teman teman yang sudah membaca ini dapat mendapatkan manfaatnya, dan semoga dengan kekuatan dari kebajikan yang timbul dari cerita ini, almarhum Pak Abeng dapat mencapai kehidupan yang lebih baik dan tenteram sampai akhirnya mencapai nibbana (Kebebasan mutlak)

Selamat Jalan Pak, Dimana pun Anda berada, Keep Smile and Be happy.


Semoga semua makhluk hidup berbahagia
Comments
0 Comments
>

Arini