Memaafkan mungkin
hanya bisa diterapkan di wihara. Saya tahu Anda berpikir bahwa kalau kita
memberikan maaf dalam kehidupan nyata, kita hanya akan dimanfaatkan oleh orang
lain. Orang lain akan melangkahi kita, mereka akan berpikir bahwa kita lemah.
Saya setuju. Pemberian maaf seperti itu jarang bisa berhasil. Seperti kata
orang, "Dia yang memberikan pipi sebelahnya, harus pergi ke dokter gigi
dua kali, bukannya sekali!"
Pemerintah Thai,
memberikan lebih dari sekedar pemaafan melalui pengampunan tanpa syarat, namun
juga mengobati akar permasalahannya, yaitu kemiskinan, dan menanganinya dengan
piawai. Itulah sebabnya pemberian pengampunan berhasil.
Saya menyebut
pemberian maaf seperti itu sebagai "pemaafan positif".
"Positif"
berarti memberikan dorongan positif pada hal-hal baik yang kita harapkan.
"Pemaafan" berarti melepaskan hal-hal buruk yang menjadi bagian dari
masalah--bukan memperdalam, melainkan membiarkannya berlalu. Contohnya, dalam
sebuah kebun, hanya menyirami sama sekali adalah seperti sekedar mempraktikkan
pemaafan; dan menyirami bunga tetapi tidak menyirami tanaman liar melambangkan
"pemaafan positif".
Sekitar sepuluh tahun
yang lalu, pada akhir ceramah Jumat malam di Perth, seorang perempuan datang
kepada saya. Seingat saya, dia secara rutin hadir pada setiap ceramah mingguan
ini, tetapi ini pertama kalinya dia berbicara dengan saya. Dia mengatakan bahwa
dia ingin mengucapkan terima kasih, bukan hanya kepada saya, tetapi juga kepada
semua biksu yang mengajar di wihara kami. Lalu dia mulai menjelaskan apa
sebabnya. Dia mulai datang ke wihara kami 7 tahun silam. Dia mengaku, pada saat
itu dia tidak begitu tertarik pada ajaran Buddha ataupun meditasi. Alasan
utamanya datang ke wihara adalah sekedar mencari-cari alasan untuk meninggalkan
rumah.
Dia punya suami yang
kasar. Dia adalah korban kekerasan rumah tangga yang menakutkan. Pada saat itu,
dukungan dari lembaga-lembaga untuk menolong korban kekerasan seperti itu
belumlah ada. Dalam sebuah luapan emosi, dia tidak bisa berpikir jernih untuk
minggat selamanya dari rumah. Jadi dia datang ke wihara dengan gagasan bahwa 2
jam di wihara berarti 2 jam dia bebas dari kekerasan.
Apa yang didengarnya
dari wihara kami mengubah hidupnya. Dia mendengar dari biksu-biksu mengenai
pemberian maaf yang benar-- pemaafan positif. Dia memutuskan untuk mencobanya
ke suaminya. Dia bercerita bahwa setiap kali suaminya memukul, dia memaafkannya
dan membiarkannya berlalu. Bagaimana dia bisa melakukannya, hanya dia yang
tahu. Lalu setiap kali sang suami melakukan atau mengatakan sesuatu yang baik,
betapa pun sepelenya, saat itu juga dia akan memeluknya atau mencium, ataupun
memberikan tanda-tanda untuk mengisyaratkan kepada sang suami bahwa betapa
berarti kebaikan tersebut baginya. Dia sungguh-sungguh bersyukur atas kebaikan
itu. Dia menghela napas dan berkata kepada saya bahwa dia melakukannya
selama 7 tahun.
Pada saat itu matanya
jadi berkaca-kaca, dan demikian pula saya. "Selama 7 tahun," katanya,
"dan sekarang Anda tidak akan dapat mengenali pria itu lagi. Dia telah
berubah 180 derajat. Sekarang, kami punya hubungan kasih yang luar biasa
beserta dua anak yang hebat." Wajahnya memancarkan cahaya laksana orang
suci. Rasanya saya hendak berlutut di hadapannya. "Anda lihat tempat duduk
itu?" katanya, menunjukkan kepada saya, "Minggu ini, sebagai kejutan
dia membuatkan tempat duduk kayu untuk bermeditasi. Andai saja itu terjadi 7
tahun yang lalu, dia hanya akan menggunakannya untuk memukul saya!"
Kerongkongan saya
yang tersumbat menjadi lega bersamaan dengan gelak kami berdua. Saya mengagumi
perempuan itu. Dia meraih dan memenangkan kebahagiaannya sendiri, menurut saya,
dari kecemerlangan kualitas dirinya sendiri. Dan dia telah mengubah seorang
monster menjadi seorang pria yang penuh perhatian. Dia menolong diri sendiri
sekaligus orang lain, dengan sungguh mengagumkan. Itu adalah contoh ekstrem
dari pemaafan positif, hanya direkomendasikan bagi mereka yang ingin jadi suci.
Namun demikian, hal itu telah menunjukkan apa yang bisa dicapai saat pemberian
maaf dipadukan dengan pemberian dukungan pada kebajikan yang telah dilakukan.