Donasi : Bank BCA -- No. Rek, 8305-11-8393 --- A/N : ARINI

Minum Teh Ketika Tak Ada Jalan Keluar


Minum Teh Ketika Tak Ada Jalan Keluar
MASALAH KRITIS DAN PEMECAHANNYA
By. Ajahn Brahm

  
Selalu saja ada sesuatu yang dapat kita perbuat dengan bahan-bahan dalam diri kita, bahkan jika sesuatu itu cuma duduk –duduk saja, menikmati cangkir terakhir teh kita. Kisah berikut ini akan menceritakan seseorang yang pernah bertugas sebagi tentara Inggris pada Perang Dunia II.


Saat itu dia sedang berpatroli di tengah hutan belantara Myanmar; masih muda, jauh dari rumah dan sangat ketakutan. Prajurit pengintai dari kesatuannya telah kembali dan melaporkan berita yang mengerikan kepada kapten. Patrol kecil mereka telah terjegal oleh sekelompok besar tentara Jepang. Pasukan mereka kalah banyak dan terkepung rapat. Prajurit muda Inggris itu telah mempersiapkan diri untuk mati.

Dia berharap sang kapten memerintah orang-orangnya untuk bertempur supaya mereka dapat keluar dari kepungan musuh; itu adalah hal yang jantan untuk dilakukan. Mudah-mudahan seseorang akan melakukannya. Jika tidak, yah, mereka akan mengajak mati beberapa musuh; itulah yang dilakukan oleh para prajurit.

Tetapi yang jadi kapten bukan prajurit itu. Sang kapten memerintahkan orang-orangnya untuk  tetap diam, duduk dan membuat secangkir the. Ini tentara kerajaan Inggris, Bung!

Si prajurit berpikir bahwa kepala pasukannya sudah pasti sinting. Bagaimana seseorang bisa memikirkan secangkir teh saat terkepung musuh, tanpa jalan keluar dan terancam mati? Dalam ketentaraan, khususnya saat perang, setiap perintah harus dipatuhi. Jadi mereka semua membuat secangkir teh, yang mereka pikir akan menjadi secangkir teh masing-masing. Sebelum mereka menghabiskan tehnya, prajurit pengintai kembali lagi dan berbisik kepada Sang kapten. Sang kapten lalu meminta perhatian semua perajuritnya. “Musuh telah pergi!” dia mengumumkan. “Sekarang ada jalan keluar. Kemas semua perlengkapan kalian dengan cepat, dan jangan berisik—ayo pergi!!!.

Mereka semua pergi dengan selamat, maka dari itu si prajurit bisa bercerita kepada saya  beberapa tahun kemudian. Dia memberi tahu bahwa dia berhutang budi kepada kebijaksanaan kaptennya, bukan hanya ketika perang Myanmar, tetapi sepanjang hidupnya semenjak itu. Beberapa kali dalam hidupnya dia merasa terkepung oleh musuh yang jumlahnya luar biasa, tanpa jalan keluar dan hampir mati.

Apa yang dia maksudkan “musuh” adalah penyakit parah, kesulitan – kesulitan luar biasa dan tragedy di tengah-tengah keadaan yang seolah tidak ada jalan keluar. Tanpa pengalaman yang dialaminya di Myanmar, dia pasti mencoba bertempur terus melawan masalahnya, dan tidak diragukan lagi, itu malah akan membuat masalahnya bertambah  buruk. Tetapi sebaliknya, saat kematian atau masalah maut mengepungnya dari segala penjuru, dengan tenang dia duduk dan membuat secangkir teh.

Dunia ini selalu berubah, kehidupan adalah aliran pelabuhan yang terus-menerus. Dia meminum tehnya, menghemat kekuatannya, dan menantikan saatnya, yang pasti datang, saat dia dapat melakukan sesuatu dengan efektif, misalnya melarikan diri.

Bagi mereka yang tak suka teh, ingat-ingat saja pepatah berikut ini, “Ketika tak ada yang perlu dilakukan, ya jangan ngapa-ngapain!!!”  mungkin kedengarannya aneh, tapi hal itu juga bisa menyelamatkan hidup anda .


Comments
0 Comments
>

Arini