Sesampai di Medan, aku tinggal di kos kosan tempat saudara Richard. Selama beberapa tahun Richard selalu menjagaku bak seorang ayah kepada anak. Sangat sayang dan menuruti semua kehendakku. Sedangkan aku juga sama, sangat menuruti kehendak Richard yang memang sangat dewasa. Selama puluhan tahun kami bersama, tidak pernah sekalipun Richard berlaku yang kurang ajar terhadapku.
Sampai akhirnya aku wisuda, saat itu Richard juga menghadirinya sambil membawa sebuket bunga mawar yang indah bersama kedua orang tuanya. Mama dan papa juga hadir dengan gembira, baru pertama kali aku melihat papa menyeka air matanya saat aku menerima penghargaan karena lulus dengan nilai terbaik.
Sepulang dari sana, kami pergi makan makan dan malamnya kami ke vihara Avalokitesvara untuk beribadah, pada akhir acara ibadah tiba tiba teman teman membentuk lingkaran mengelilingiku dan Richard datang membawa seikat mawar merah diiringi dengan lagu yang romantis, Richard juga ikut menyanyikannya sambil berjalan perlahan menuju kearahku. Aku cuma diam tidak tau harus bagaimana sampai Richard berlutut di hadapanku, memberiku bunga dan sebuah cincin. Aku di lamarnya di hadapan semua teman teman dan keluarga kami, betapa indah saat itu masih terekam di memoriku. Saat itu salah satu teman kami merekam moment tersebut dengan video dan video itu kami putarkan pada saat pesta pernikahan kami.
Sungguh hari hari yang indah, sampai disitu, tanpa terasa air mataku mulai mengalir lagi, namun aku segera menyekanya karena aku selalu di ingatkan Richard dari kecil bahwa aku tidak boleh cengeng dan harus menghadapi hidup dengan lebih baik.
Setelah pernikahan kami, aku bekerja dirumah sebagai penulis karena dari awal memang aku sangat suka dunia menulis, dan sejak SMA juga aku sudah mempunyai Blog pribadi. Pernikahan kami sudah lama, namun sama sekali tidak ada tanda tanda kami akan mempunyai momongan.
Papa dan mama juga sering menanyakan hal itu dan mertuaku juga, semuanya menghawatirkan kami, Richard selalu dengan sabarnya menjelaskan kepada orang tuanya, kalau semuanya tergantung kepada anugerah Tuhan, mungkin belum saatnya kami di berikan momongan. Namun kami selalu sabar dan berdoa kepada Tuhan agar segera di berikan momongan yang lucu.
Sampai disitu lamunanku berhenti, waktu dengan cepat berlalu, siang sudah berganti malam, tak terasa aku belum makan sedari pagi, demi kesehatan bayi yang kukandung ini, aku segera menyiapkan makanan apa adanya. Setelah makan dan mandi aku segera melanjutkan menulis novel yang sudah berapa bulan ku tulis, namun tidak pernah selesai karena begitu panjangnya cerita yang terkandung didalamnya. Sampai beberapa saat, aku berhenti menulis, aku kehilangan ide. Kusimpan artikel di dalam laptop peninggalan Richard dan aku pun pergi ke kamarku.
Pelan pelan aku membuka lemari tempat pakaian Richard masih tergantung rapi disana, ku ambil satu persatu dan kupeluk dengan erat, seakan Richard masih ada disana, kubuka satu persatu kotak kecil berisi perhiasan yang berupa hadiah sejak kami pertama bertemu, dari cincin tutup kaleng yang diberikannya waktu pertama kali bertemu denganku sampai cincin pernikahan kami, ku buka semua surat cintanya dari awal sampai akhirnya aku menemukan sebuah kardus yang tersembunyi di sudut sana.
Pelan pelan kukeluarkan kardus tersebut dan kubuka. Ternyata isinya adalah surat surat lama, surat yang ku kirimkan padanya. Dan sebuah buku harian hitam. Perlahan kubaca isi buku harian tersebut, ternyata semuanya adalah tentang diriku, mulai dari awal pertemuan sampai kami menikah. Sambil membaca buku harian tersebut aku bersandar pada dinding kamar sampai pada akhirnya ku tertidur….
Richard sedang berada disebuah hutan yang asri, suasana begitu dingin dan gelap, aku melihat Richard sedang terbaring lemah, bajunya koyak koyak, dan beberapa dahan putus berserakan di sekitar badannya. Ya Tuhanku, aku segera berlari menghambur kearah Richard yang masih saja tidak bergerak. Wajahnya pucat, dan masih bernafas. Aku memeluk Richard dengan sekuatnya, namun aku tak kuasa, tanganku menembus badan Richard, aku sama sekali tidak bisa menyentuhnya. Kemudian Aku menjerit sejadi jadinya, “Tolong…., Tolong…, seseorang tolonglah suamiku……… Tolong………” Aku terus terusan menjerit dengan suara yang mulai serak karena menjerit terlalu lama. Tiba tiba petir menyambar dan beberapa tetes air hujan jatuh membasahi hutan tempat kami berada.
Aku kemudian berdiri, berdiam dalam kebingungan, saat itu hujan, Richard sudah sangat kebasahan di guyur air hujan yang semakin lama semakin deras, saat itu aku baru merasa aneh karena aku sama sekali tidak merasakan sama sekali guyuran air hujan. Aku berdiri termangu namun tidak lama kemudian, aku mendengar suara suara yang ribut dan melihat beberapa orang menghampiri Richard yang sedang terbaring lemah, bibirnya yang pucat mulai bergerak menyebut namaku.
SERIAL VANIA DAN RICHARD
- TERIMA KASIH TUHAN, AKU MENEMUKANMU!, Part 1
- TERIMA KASIH TUHAN, AKU MENEMUKANMU!, Part 2
- TERIMA KASIH TUHAN, AKU MENEMUKANMU!, Part 3
- TERIMA KASIH TUHAN, AKU MENEMUKANMU!, Part 4
- TERIMA KASIH TUHAN, AKU MENEMUKANMU!, Part 5
- TERIMA KASIH TUHAN, AKU MENEMUKANMU!, Part 6
- TERIMA KASIH TUHAN, AKU MENEMUKANMU!, Part 7