Jawab :
Oleh Bhikkhu Uttamo
Dalam kenyataan, setiap orang yang belum mencapai kesucian atau terbebas dari ketamakan, kebencian serta kegelapan batin pasti ia akan melakukan suatu perbuatan dengan pamrih. Memiliki pamrih selama tidak dibarengi dengan kemelekatan, kiranya masih dapat dianggap wajar. Oleh karena itu, dalam rumusan doa di atas disebutkan niat ”Semoga dengan kebajikan yang saya lakukan sampai saat ini akan membuahkan kebahagiaan dalam bentuk ….” Sepintas ‘doa’ ini memang tampak berpamrih, namun, sebenarnya rumusan doa ini dipergunakan untuk mengarahkan para umat dan simpatisan Buddhis yang masih dalam tahap awal agar mereka berkenan melaksanakan kebajikan secara lebih terarah. Sedikit demi sedikit, apabila batinnya mulai meningkat dengan pengertian Dhamma, maka ia pun akan bisa diarahkan untuk mencapai kesucian atau Nibbana. Dalam tahap akhir seperti ini, semua tindakan yang dilakukan tidak akan lagi mengharapkan pamrih. Semua tindakan dilakukan demi tindakan itu sendiri. Kondisi ini seperti bunga yang mekar demi mekarnya sendiri, bukan karena ingin diletakkan di tempat yang bagus atau menghindari tempat yang buruk.
Adapun perbuatan yang berpamrih, sejauh masih dapat digolongkan sebagai perbuatan baik yang mampu memberikan kebahagiaan untuk banyak fihak, maka si pelaku masih tetap dianggap menanam kamma baik yang pada suatu saat nanti akan ia rasakan buah kebahagiaannya.
http://samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/ketuhanan-dalam-agama-buddha/#more-3156