ANICCA
Keindahan Sebuah Perubahan
“Adalah tidak kekal segala
sesuatu yang terbentuk, segalanya muncul dan lenyap kembali. Mereka Muncul dan kembali
terurai. Kebahagiaan tercapai bila segalanya telah harmonis.”
(Digha-Nikaya, Mahaparinibbana
Sutta)
Segala sesuatu yang berkondisi di
dunia ini pasti mengalami perubahan. Apa pun yang ada di dunia ini pasti selalu
berubah (tidak kekal). Artinya adalah bahwa segala sesuatu tak pernah berada
dalam Keadaan yang sama di saat yang
berbeda, melainkan senantiasa muncul dan lenyap dari waktu ke waktu. Kita dapat
melihatnya dalam berbagai hal yang terjadi selama ini. Kegagalan dapat berubah menjadi
kesuksesan, cinta bisa meluntur atau malah menjadi benci, peradaban suatu
bangsa bisa saja menurun sedang yang lain meningkat, anak-anak tumbuh menjadi dewasa,
lalu menjadi tua dan mati. Seperti halnya manusia, umur sebuah alat juga akan
berkurang, benda yang kita miliki suatu saat akan rusak, besi akan berkarat,
efisiensi mesin akan berkurang seiring berjalannya waktu. Semuanya senantiasa
dalam proses perubahan ke sesuatu yang lain, entah itu berubah menjadi semakin
baik atau buruk.
Memahami perubahan merupakan
sebuah kesatuan dalam pandangan benar (samma ditthi). Dalam hal ini terdapat tiga
corak kehidupan dalam ajaran Buddha, atau disebut Trilaksana (Sansekerta) atau
Tilakkhana (Pali), yang terdiri dari :
• Perubahan/ketidakkekalan =
anitya (Sansekerta)/anicca (pali)
• Penderitaan/ketidakpuasan =
duhkha (Sansekerta)/dukkha (Pali)
• Tanpa diri/tanpa aku = anatman
(Sansekerta)/anatta (Pali)
Tiga corak kehidupan tersebut
semuanya adalah satu kesatuan dalam melihat realita dunia ini. Segala sesuatu
adalah tidak kekal, berarti tidak mungkin ada sesuatu/diri (aku) yang selalu
tetap, dan selanjutnya akan menimbulkan penderitaan/ ketidakpuasan. Jadi tiga
corak kehidupan tersebut saling terkait dan merupakan satu kesatuan yang tak
terpisahkan. Satu kesatuan tersebut dapat dimengerti jika kita memahami hakikat
dari perubahan.
Hukum Perubahan
Hukum perubahan (anicca)
merupakan sifat dasar dari segala fenomena, baik yang bersifat material ataupun
mental, berlaku terhadap partikel-partikel sub atom yang kecil hingga sistem
tata surya dan galaksi yang maha besar. Bahwa segala sesuatu berubah
adalah kesunyataan bagi setiap eksistensi, maka kita harus melihat keberadaan alam
semesta ini sebagai suatu fenomena atau gejala yang kompleks.
Pengertian ini hendaknya juga menjadi dasar pengertian kita
mengenai corak kehidupan yang lain, yaitu dukkha dan anatta. Oleh karena setiap eksistensi berada dalam perubahan yang
konstan dari waktu ke waktu, sehingga tidak akan ada ‘diri’ yang akan merekat padanya.
Sebenarnya sifat individual pada setiap eksistensi bukanlah
suatu bentuk yang khusus melainkan merupakan perubahan itu sendiri. Tidak adanya
sifat individual yang khusus pada setiap perwujudan inilah yang merupakan
kesunyataan tentang kebahagiaan tertinggi (nirwana).
Bila kita menyadari kesunyataan yang abadi tentang perubahan
dan kita mendapatkan kedamaian di dalamnya maka pada saat itu juga sebenarnya
kita telah berada dalam keadaan nirwana. Tanpa menerima kenyataan bahwa segala
sesuatu itu berubah, kita tidak dapat memahami kedamaian yang sempurna. Oleh karena
kita sulit memahami kesunyataan dari perubahan inilah maka kita akan menderita.
Jadi salah satu penyebab dari penderitaan adalah penolakan kita terhadap
kesunyataan ini. Kebahagiaan hidup tercapai apabila di dalam hidup ini kita
bisa menerima hukum kesunyataan sebagaimana adanya dan hidup harmonis sesuai
dengan hukum itu.
Menyesali usia tua, takut akan kematian, dan menyesali perubahan-perubahan
benda-benda fisik maupun mental di sekeliling kita adalah suatu kebodohan batin
(moha). Keterikatan terhadap keadaankeadaan tertentu
juga merupakan kebodohan batin yang menjadi dasar dari dukkha. Sebenarnya pembahasan terhadap hukum perubahan bukan untuk
menimbulkan sifat pesimis bahwa segala sesuatu itu berubah dan oleh karenanya
adalah penderitaan/ketidakpuasan (dukkha).
Kesunyataan akan perubahan ini sebenarnya dibahas agar kita
memahami segala sesuatu sebagaimana adanya dan oleh karena itu tidak terikat kepada
bentuk-bentuk atau keadaan-keadaan tertentu, agar kita dapat menghadapi segala
sesuatu dengan hati yang tenang. Dengan pemahaman
kita akan kesunyataan ini, diharapkan kita dapat memusatkan
perhatian dan energi kita pada setiap aktifitas kita di sini dan di saat ini
juga. Di tengah-tengah badai dapat ditemukan kedamaian, di tengah-tengah arus perubahan
yang terus-menerus, kita juga dapat menemukan kedamaian.
Sifat Perubahan
Anicca
lakkhana atau corak kehidupan yang berubah-ubah merupakan
corak yang khas dari keadaan Viparinama dan Annathabhava.
Viparinama berarti metafisika yaitu suatu perubahan yang radikal di
alam semesta yang merupakan perubahan, dari bentuk yang ada ke keadaan yang
tiada.
Annathabhava berarti perubahan yang mengikuti suatu keadaan sedikit demi
sedikit.
Kalau keadaan Viparinama dan Annathabhava telah terlihat dengan nyata, maka akan teranglah bahwa
bentuk-bentuk batin yang berada di dalam keadaan tersebut sebenarnya juga dalam
keadaan berubah-ubah tidak kekal. Oleh karena itu, corak perubahan (anicca
Lakkhana) terdiri dari dua macam proses, yaitu Viparinama
(perubahan yang radikal) dan Annathabhava
(perubahan sedikit demi sedikit).
Keadaan atom-atom dari suatu materi pasti selalu bergerak, tetapi
tidak dapat dilihat oleh mata manusia, hal itu hanya dapat dilihat dengan
bantuan mikroskop yang telah ditemukan oleh ilmuwan untuk menyingkap rahasia
alam. Karena penemuan tersebut, maka kini mulailah dipercaya oleh orang-orang
barat bahwa bentuk materi itu adalah bagian makhluk-makhluk hidup, tetapi
sebenarnya bukan makhluk hidup, wajah yang bergerak itu adalah karena
perpecahan atau reproduksi atau bentuk bentuk materi yang diakibatkan oleh
fungsi-fungsi dari perubahan fisik atau temperatur secara utuh. Reproduksi atau
perpecahan-perpecahan itu disebut Acaya Rupa.
Kalau kita melihat pada air yang mengalir di sungai atau air
yang sedang mendidih di ketel, kita akan menemui wajah yang sedang bergerak. Ini
adalah reproduksi atau perpecahan dari bentuk-bentuk materi yang ditimbulkan
oleh perubahan-perubahan fisik di dalam air yang kelihatan diam atau tenang,
kalau dilihat dengan memakai mikroskop, maka wajah atau permukaan yang selalu
bergerak itu akan kelihatan juga. Di sini reproduksi atau perubahan-perubahan
berarti penyempurnaan yang terus menerus dari bentuk-bentuk yang baru.
Dalam bentuk-bentuk batin, yaitu pikiran dan segala sesuatu
yang berhubungan dengan itu, corak perubahan ini dengan kedua prosesnya yaitu Viparinama
dan Annathabhava
juga dengan terang dapat dilihat.
Mengenai pengenalan pikiran, hal ini adalah mempunyai cara
yang sangat berbeda dan masing-masing terbukti dalam sifatnya Viparinama
dan Annathabhava
melalui perubahan-perubahan dari bermacam-macam
pikiran yang berbeda-beda. Di antara proses batin seperti pada perasaan, maka
jelas dapat dilihat perubahan-perubahan rasa senang, sakit, bahagia, sedih,
acuh tak acuh, dan lain-lainnya. Demikian pula perubahan-perubahan dari
pencerapan, perenungan dan permulaan, perenungan yang mendalam mengenai
kebaikan atau kejahatan, atau yang lainnya adalah sangat nyata. Hal ini dapat
dengan mudah sekali disadari setiap orang diwaktu ia bermeditasi, akan terang
dapat disadari tentang perasaan serakah, kebencian, segan, marah, iri hati,
senang, dan lain-lain yang akan timbul silih berganti.
Indah Pada Waktunya
Tidak ada satupun di dunia ini yang tidak berubah, semua
pasti akan mengalami perubahan, kecuali perubahan itu sendiri. Seandainya segala
sesuatu di dunia ini tidak pernah berubah, maka itu bukanlah kehidupan. Semua
mati dan dunia menjadi tidak indah. Gerak tak lain adalah perubahan. Sesuatu
yang bergerak berarti berubah. Tanpa gerakan dunia akan menjadi mati. Di dalam
biologi, evolusi adalah suatu perubahan. Perubahan diri dilakukan suatu spesies
untuk menjadi lebih baik atau bertahan dari arus perubahan. Seperti itu pula
manusia ketika menghadapi sebuah masalah. Ia harus berubah. Diri sendiri pasti
dan akan selalu berubah. Ketika bisa beradaptasi dengan perubahan, maka ia
pasti bahagia. Untuk bisa beradaptasi dengan perubahan, ia harus bisa memahami
perubahan. Untuk memahami perubahan, ia harus dapat mengontrol pikirannya agar
selalu sadar. Pikiran harus terus bergerak agar dapat mengikuti perubahan.
Gerak pikiran harus diarahkan ke arah positif. Jangan pernah berpikir negatif
sekalipun!
Dengan menyadari sifat dari perubahan, maka kita tidak akan terhanyut
dalam kebahagiaan atau perasaan melayang-melayang dalam kesenangan dan
kenikmatan yang merangsang, serta tidak tertekan oleh berbagai permasalahan
kehidupan. Waktu pasti akan terus berlalu, waktu pasti menyelesaikan
permasalahan yang sebesar apapun, besok kita juga harus hidup, makan, minum,
berbicara dan bercanda ria, dan lain-lain.
Kita menyadari keduanya (kesenangan dan penderitaan) tidak
akan kekal sepanjang masa, sehingga kita akan selalu berusaha memelihara keseimbangan
batin supaya tidak terlalu jauh ke positif (kesenangan) dan tidak terlalu jauh
ke negatif (penderitaan). Atau dengan kata lain kita
berusaha supaya tidak terlalu jauh dari titik keseimbangan
yaitu nol (0). Inilah keadaan yang stabil, keadaan yang paling tenang,
kebahagiaan yang paling nyaman, paling halus, dan tidak
pernah tergoyahkan.
Dengan menyadari adanya perubahan, maka kita
selalu siap sedia untuk kehilangan sesuatu yang saat ini kita miliki. Kita
tidak menggenggamnya dengan sekuat tenaga, jika sesuatu yang kita miliki mau
lenyap, mau hilang, mau pergi atau mau hancur, maka kita tidak bisa bilang
tidak. Dengan mempersiapkan mental ini, ketika mengalami kehilangan, kehancuran
atau kepergian sesuatu yang dimiliki, kita tidak akan terhanyut dalam
penderitaan yang berlebihan karena kita sadar bahwa memang sudah saatnya,
sambil berpikir, ”Kurelakan! Demi menembus karma burukku”. (ronaldsatyasurya)
Segala sesuatu yang berkondisi tidak kekal adanya,
apabila dengan kebijaksanaan orang dapat melihat hal ini,
maka ia akan merasa lelah dengan lingkaran penderitaan.
Inilah Jalan yang membawa pada kesucian.
Dhammapada Bab XX, 277
Referensi :
Ajaran dasar Tilakkhana, 2002. Diakses tanggal 30 November 2007, dari
http://www.kalyanadhammo.net
Artikel Bhikkhu Nyanaprajna, dengan judul “Tilakkhana
atau Tri
Laksana”
Artikel Willy Yandi Wijaya, dengan judul “Arus
Perubahan”
https://dhammacitta.org/pustaka/ezine/eka-citta/eka-citta%2029.pdf