Donasi : Bank BCA -- No. Rek, 8305-11-8393 --- A/N : ARINI

KEMARAHAN DAN PEMAAFAN - Baik! Begitu ya! Aku Pergi!

Hasil gambar untuk pemandangan indah buddha


Sepasang suami isteri kebangsaan Kanada, telah menyelesaikan kontrak kerjanya di Perth. Saat sedang mempersiapkan kepulangan ke kampung halaman mereka di Toronto, mereka mendapatkan ide hebat untuk berlayar pulang ke Kanada.


Mereka berencana membeli sebuah kapal layar kecil, dan dengan bantuan dari pasangan muda lain, mereka akan berlayar mengarungi Samudera Pasifik menuju Vancouver. Sesampai di sana, mereka akan menjual kapal itu, memulihkan investasinya, dan menyimpannya untuk masa depan mereka. Ide ini tidak hanya masuk akal secara finansial, tetapi ini juga merupakan sebuah petualangan seumur hidup bagi kedua pasangan muda tersebut.

Ketika mereka tiba dengan selamat di Kanada, mereka mengirimkan sepucuk surat ke temannya untuk menceritakan perjalanan mereka yang menakjubkan. Khususnya, mereka menceritakan sebuah kejadian yang menunjukkan betapa bodohnya kalau kita marah, dan alasan mengapa kemarahan seharusnya dijauhi.

Si tengah perjalanan mereka, disuatu tempat di Samudera Pasifik, berkilo kilo meter dari daratan terdekat, mesin kapal mereka mogok. Kedua orang prianya mengambil perkakas kerja, masuk ke dalam ruangan mesin, dan mencoba untuk memperbaikinya. Para perempuan duduk santai di geladak, menikmati hangatnya sinar mentari sembari membaca majalah.

Ruang mesin sangatlah panas dan menyesakkan. Bagi kedua pria itu, si mesin kelihatannya sengaja mogok dan ogah diperbaiki. Mur-mur besar dari baja tak mau berputar, sekrup kecil yang penting malah tergelincir dan jatuh ke tempat berminyak yang tak terjangkau, dan kebocoran tak mau berhenti juga.

Keputusasaan membiakkan kejengkelan, pertama-tama kepada si mesin yang bandel itu, berikutnya diantara mereka. Kejengkelan tumbuh dengan cepat menjadi kemarahan. Lalu kemarahan meledak menjadi kegusaran. Salah satu dari pria itu sudah tak tahan lagi. Dia membanting kunci inggrisnya dan berteriak, "Baik! Begitu ya! Aku pergi!"

Dalam kegilaan amuknya, dia pergi ke kabinnya, membersihkan diri, mengganti baju, dan mengepak koper-kopernya. Lalu dia muncul di geladak, sambil tetap menggerutu, memakai jas terbaiknya, dengan koper di kedua tangannya.

Para perempuan yang sedang bersantai bercerita bahwa mereka hampir saja jatuh dari kapal karena tertawa terpingkal-pingkal melihat pemandangan itu. Si pria malang itu melihat bahwa di sekelilingnya hanya ada lautan, sejauh mata memandang, hanyalah cakrawala. Tidak ada tempat untuk pergi.

Pria itu merasa sangat tolol; wajahnya memerah karena malu. Dia berbalik, kembali ke kabinnya, membongkar koper-kopernya, berganti baju, dan turun kembali ke ruang mesin untuk membantu temannya.


Mau tak mau. Habis, mau kemana lagi?
Sumber :
dapatkan buku ini di toko toko buku terdekat

Comments
0 Comments
>

Arini