Donasi : Bank BCA -- No. Rek, 8305-11-8393 --- A/N : ARINI

KEMARAHAN DAN PEMAAFAN - Pengadilan

Hasil gambar untuk theravada


Marah bukanlah respon yang cerdas. Orang bijak selalu bahagia, dan orang bahagia tidak pernah marah. Marah, terutamanya adalah tidak masuk akal.

Dalam rangka mengungkapkan kemarahan Anda, pertama-tama anda harus mencari pembenaran bagi diri Anda sendiri. Anda harus meyakinkan diri bahwa marah itu pantas, tepat, benar. Di dalam proses batin yang marah, seolah-olah sedang terjadi sebuah pengadilan dalam pikiran Anda.


Terdakwa berdiri diatas panggung pengadilan dalam pikiran Anda, Anda adalah jaksa penuntutnya. Anda tahu mereka bersalah, tetapi supaya adil, Anda harus menbuktikannya kepada hakim, kepada hati nurani Anda terlebih dahulu. Anda lalu meluncur kedalam rekontruksi "kejahatan" yang melawan anda.

Anda menuduhkan segala jenis kedengkian, sifat bermuka dua, dan niat buruk di balik semua perbuatan terdakwa. Anda mengungkit kembali semua kejahatan mereka pada masa silam untuk meyakinkan hati nurani anda bahwa mereka tak pantas untuk dikasihani.

Dalam pengadilan nyata, terdakwa juga punya pengacara yang diizinkan untuk bersuara. Tetapi dalam pengadilan bathin, Anda dalam sedang proses menbenarkan kemarahan Anda. Jadi tidak ada pengacara untuk membela terdakwa. Dalam argumentasi yang berat sebelah, Anda sudah menbangun kasus yang meyakinkan Dan itu sudah lumayan bagus, Dan sudah pastinya Anda sebagai si Jaksa penuntut lah yang menang. Dan HAKIM yang diwakili oleh Hati anda akan mengetok palu dan
memutuskan si terdakwa B E R S A L A H. Dan sekarang barulah kita merasa tidak masalah atau boleh saja kita marah kepada mereka.

Beberapa tahun yang lampau inilah proses yang saya alami terjadi dalam pikiran saya bilamana saya marah. Dan sekarang saya sadar itu tidaklah adil. JADI lain kali ketika saya ingin marah kepada seseorang, saya diam sejenak untuk menbiarkan "pengacara" pembela terdakwa menyatakan pembelaannya. Saya merenungkan alasan-alasan dan penjelasan masuk akal tentang perilaku terdakwa. Saya mementingkan indahnya pemberian maaf. Sungguh malangnya orang yang masih diliputi oleh kebodohan tersebut. Saya menemukan bahwa suara hati tidak lagi menbolehkan adanya putusan bersalah. jadilah tidak mungkin untuk menghakimi
perilaku orang lain. Kemarahan, karena tak dicari pembenarannya, akhirnya kelaparan dan mati.



Comments
0 Comments
>

Arini