Marah bukanlah respon
yang cerdas. Orang bijak selalu bahagia, dan orang yang bahagia tak akan marah.
Marah, terutamanya, adalah tak masuk akal.
Suatu hari, mobil
vihara kami berhenti di lampu merah di samping sebuah mobil lainnya. Saya
memperhatikan pengemudi mobil itu memaki-maki lampu merah: "Kamu lampu
brengsek! Kamu tahu aku ada janji penting! Kamu tahu aku sudah terlambat dan
kamu membiarkan mobil di depanku lewat. Dasar babi! Ini juga bukan yang pertama
kali...." Dia menyalahkan lampu merah, seolah-olah si lampu merah punya banyak
pilihan. Dia pikir si lampu merah memang sengaja menyakitinya:
"Aha! Ini dia
datang. Aku tahu dia terlambat. Aku akan membiarkan mobil lain lewat dulu,
lalu... merah! Berhenti! Kena dia!" Si lampu merah mungkin tampak jahat,
tetapi mereka hanyalah lampu merah, itu saja.
Apa sih yang Anda
harapkan dari sebuah lampu merah?
Saya membayangkan
orang itu terlambat pulang dan istrinya memakinya, "Kamu suami brengsek!
Kamu tahu kita ada janji penting. Kamu tahu tidak boleh terlambat dan kamu
malah mendahulukan urusanmu ketimbang aku. Dasar babi! Ini juga bukan yang
pertama kali..." Si istri menyalahkan suaminya, seolah-olah si suami punya
banyak pilihan. Dia pikir suaminya memang sengaja menyakitinya: "Aha! Aku
ada janji penting dengan istriku. Aku akan terlambat. Aku akan bertemu dulu dengan
orang lain. Terlambat! Kena dia!" Para suami mungkin tampak jahat, tapi
mereka hanyalah para suami, itu saja. Apa sih yang Anda harapkan dari para
suami?
Tokoh-tokoh dalam
cerita ini boleh diubah-ubah untuk menyesuaikan
kasus-kasus kemarahan
yang sering terjadi.