Donasi : Bank BCA -- No. Rek, 8305-11-8393 --- A/N : ARINI

Mengapa saya suka melihat wajah Ajahn tertawa di setiap poster dan buku?



Pertanyaan :
Yuliana: Mengapa saya suka melihat wajah Ajahn tertawa di setiap poster dan buku?



Jawaban :
Ajahn Brahm: Ketika Anda melihat seseorang bahagia, ini menyemangati Anda. Kebahagiaan itu menular, seperti flu burung, tetapi yang positif. 

Namun kemarahan dan sikap negatif juga bisa menular. Maka ketika seseorang sedang mengkritik, "Buat apa kamu melakukan itu?" "Kamu tak semestinya begitu!" "Jangan seperti itu!" "Aku boleh bicara kepada kamu sesukaku!" Ini akan makin dan makin buruk. Menular. Ini seperti ebola, hanya bedanya ini virus amarah. Amarah jauh lebih buruk dibanding ebola. 

Penangkal virus itu adalah ketika ada orang yang bahagia. 

Bahkan di upacara perkabungan di Australia, saya menyampaikan lelucon. Namun saya tanya dulu ke orangnya sebelum meninggal, 
"Apa Anda senang jika saya mengucapkan lelucon saat perkabungan?" Mereka bilang, "Ya." Saya minta izin mereka terlebih dahulu. Karena itu perkabungan mereka, bukan sesuatu yang diputuskan sanak mereka. Lalu saya bertanya kepada Anda, ketika Anda meninggal, apakah Anda ingin orang mengingat Anda dengan senyuman, mengingat  semua masa bahagia yang mereka jalani bersama Anda, ataukah Anda ingin mereka sedih? 

Semua orang yang saya tanya, bahkan di Indonesia, mengatakan bahwa saat mereka meninggal, mereka ingin dikenang dengan senyum dan tawa, karena tawa adalah cinta. dan mereka ingin dicintai ketika mereka meninggal. Maka hal menakjubkan yang bisa kita lakukan adalah mengubah budaya dan tradisi di dunia ini. Saya benar-benar memandang kematian itu sebagai suatu perayaan. Bukan untuk mengingat kematian, namun mengenang kehidupan. Dan dalam perkabungan kita benar-benar bisa melihat dan mengenang bagaimana seseorang menjalani hidupnya. Kadang kita bisa belajar bagaimana mengubah budaya kita. 

Inilah satu hal yang sering saya saksikan dalam perkabungan. Saya melihat anak-anak datang, bermain, berlarian, dengan senyuman, tawa, begitu penuh energi dan kehidupan, begitulah anak-anak. Lalu ketika saya melihat mereka, saya melihat orangtua, kakek dan nenek mereka begitu sedih, dan anak-anak jadi sangat bingung. Anak-anak lalu mengikuti orangtuanya. 

Maka kita memperoleh satu generasi lagi orang yang berpikir bahwa dalam perkabungan kita harus sedih. Saya hanya merasa sedih dalam perkabungan orang yang telah menyia-nyiakan hidup mereka. Orang yang egois, tidak tertawa, tidak dermawan, belum belajar benar-benar mengasihi. Bagi saya itu perkabungan yang sangat sedih, hidup yang disia-siakan.

Saat saya melihat orang yang benar-benar melayani, seperti Almarhum Lee Kuan Yew, yang telah melakukan begitu banyak bagi negaranya, bagi saya itu benar-benar akan diingat. Maka, saat ada orang baik meninggal, saya merasa bahagia. Dalam buku saya, ditulis bahwa kematian itu seperti pergi ke konser. Ketika konser berakhir, Anda tak pernah merasa sedih atau menangis, meskipun Anda tahu bahwa konser ini mungkin tidak akan pernah terjadi lagi. Namun saat konser selesai, tidak ada yang mengingat konser itu dengan kesedihan. Mereka mengenangnya dengan senyum dan kebahagiaan.

Begitulah kita memandang kehidupan dan kematian: bertemu sejenak, lalu berpisah; tidak ada yang perlu disedihkan, namun Anda merasakan kekayaannya, betapa waktu indah telah dijalani bersama, saling mendengarkan, saling perhatian. Begitulah cara kita merayakan kehidupan.


dijawab oleh Ajahn Brahm selama Tour d’Indonesia 2015.
https://www.facebook.com/ehipassikofoundation/
Comments
0 Comments
>

Arini